hidup untuk kemajuan pendidikan

  • RSS
  • Delicious
  • Facebook
  • Twitter

Twitter

Problem Posing Dalam Pembelajaran Matematika

Posted by achmad shidiq permana cspd - -

PROBLEM POSING
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Oleh :
Achmad Shidiq Permana_0804722
achmad.shidiq@yahoo.com

A.      Pendahuluan

1.    Latar Belakang
Berbagai permasalahan dihadapi oleh guru sekolah dasar dalam pembelajaran yaitu pada mata pelajaran matematika, salah satunya adalah kesulitan siswa dalam belajar matematika yang benar. Kesulitan-kesulitan tersebut antara lain kesulitan dalam pemahaman konsep, pemecahan masalah (mathematical problem solving), penalaran matematika (mathematical reasoning), koneksi matematika (mathematical conection), komunikasi matematika (mathematical communication), dan lain-lain. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan matematika di Indonesia telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak yang peduli kepada pembelajaran matematika.
Keberhasilan proses pembelajaran merupakan hal utama yang didambakan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah. Sebagai upaya meningkatkan keberhasilan dalam pembelajaran matematika pada masa sekarang, telah banyak dikembangkan metode-metode yang bersifat behavioristik (memanusiakan manusia), seperti: student active learning, quantum learning, quantum teaching, dan accelerated learning. Seluruh metode tersebut digunakan dalam rangka revolusi belajar yang melibatkan guru dan siswa sebagai satu kesatuan yang mempunyai hubungan timbal balik. Peran guru sebagai pengajar/ fasilitator, sedangkan siswa merupakan individu yang belajar.
Namun semua hal tersebut didalam penerapannya banyak sekali mengalami kendala, mulai dari sarana dan prasarana yang terdapat di sekolah tersebut, sumber daya manusia yang kurang menunjang, dan masih banyak lagi permasalahan-permasahan yang timbul.
            Meskipun demikian guru diharapkan mampu menerapkan metode yang tepat dan sesuai dengan pengajaran matematika, guru diharapkan menanamkan prinsip atau rumus yang ada. Dalam hal ini sebelum siswa menyelesaikan sebuah soal, siswa harus memahami soal tersebut secara menyeluruh. Ia harus tahu apa yang diketahui, apa yang dicari, rumus atau teorema yang harus digunakan dan cara penyelesaiannya. Untuk itu dalam mengerjakan soal-soal matematika diperlukan siasat atau strategi dalam penyelesaiannya.
Salah satu strategi yang efektif dalam menciptakan pembelajaran aktif dan menyenangkan tentunya dengan melibatkan siswa dalam kegiatan diskusi di kelas. Pembelajaran dengan suasana belajar aktif dan bermakna. Salah satu pendekatan pembelajaran yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu ‘Problem Posing dalam pembelajaran matematika’.

2.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :
1.         Mengetahui pendekatan pembelajaran problem posing;
2.         Mengetahui problem posing dan relevansinya dalam pembelajaran matamatika;
3.         Mengetahui pendekatan problem posing dalam pembelajaran matematika.


B.       Pembahasan

1.    Pengertian Problem Posing
Menurut Suyitno Amin, 2004 dalam Sari, Problem posing mulai dikembangkan pada tahun 1997 oleh Lynn D. English dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Kemudian model ini dikembangkan pada mata pelajaran yang lain. Model pembelajaran problem posing mulai masuk ke Indonesia pada tahun 2000.
Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, yang mempunyai beberapa padanan dalam bahasa Indonesia. Suryanto (1998:1) dan As’ari (2000:4) memadankan istilah problem posing dengan pembentukan soal. Sedangkan Sutiarso (1999:16) menggunakan istilah membuat soal, Siswono (1999:7) menggunakan istilah pengajuan soal, dan Suharta (2000:4) menggunakan istilah pengkonstruksian masalah, (Abdussakir:2009).
Problem Posing mempunyai beberapa arti, problem posing adalah perumusan masalah yang berkaitan dengan syarat-syarat soal yang telah dipecahkan atau alternatif soal yang masih relevan (Suharta, 2000: 93, dalam Sari). “problem posing essentially means creating a problem with solutions unknown to the target problem solver the problem create for” (Leung, 2001dalam Sari). “Dunker describe problem posing in mathematics as the generation of a new problem or the formulation of a given problem (Dunker, 1945 dalam sari).
Problem posing dapat membantu siswa dalam mencari topik baru dan menyediakan pemahaman yang lebih mendalam. Selain itu juga, problem posing dapat mendorong terciptanya ide-ide baru yang berasal dari setiap topik yang diberikan. Topik disini khususnya dalam pembelajaran matematika. “…problem posing can help student to see standard topic in a new light and provide them with a deeper understanding of it as well. it can also encourage the creation of new ideas derived from any given topic. althought our focus is on the field of mathematics, the stragies we discuss can be applied to activities as diverse as trying. (Brown dan Walter, 1990: 1).
Menurut Brown dan Walter dalam Muhfida (2010), pada tahun 1989 untuk pertama kalinya istilah problem posing diakui secara resmi oleh National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) sebagai bagian dari national program for re-direction of mathematics education (reformasi pendidikan matematika). Model pembelajaran problem posing ini mulai dikembangkan di tahun 1997 oleh Lyn D. English, dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Selanjutnya, model ini dikembangkan pula pada mata pelajaran yang lain.
Selanjutnya istilah ini dipopulerkan dalam berbagai media seperti buku teks, jurnal serta menjadi saran yang konstruktif dan mutakhir dalam pembelajaran matematika. Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu dari kata “problem” artinya masalah, soal/persoalan dan kata “pose” yang artinya mengajukan (Echols dan Shadily, 1995: 439 dan 448 dalam Muhfida). Jadi problem posing bisa diartikan sebagai pengajuan soal atau pengajuan masalah.
Problem posing dapat juga diartikan membangun atau membentuk masalah (Tim PTM, 2002: 2). Problem posing dalam matematika mempunyai beberapa arti (Suryanto, 1998 dalam Muhfida) yaitu:
a. Perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terjadi dalam pemecahan soal-soal yang rumit. Pengertian ini menunjukkan bahwa pengajuan soal merupakan salah satu langkah dalam rencana pemecahan masalah/soal.
b. Perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka pencarian alternative pemecahan atau alternative soal yang relevan (Silver, et.all, 1996). Pengertian ini berkaitan erat dengan langkah melihat kembali yang dianjurkan oleh Polya (1973) dalam memecahkan masalah soal.
c. Perumusan soal atau pembentukan soal dari suatu situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, saat atau setelah pemecahan suatu masalah/soal.
Menurut Brown dan Walter (1990:15) informasi atau situasi problem posing dapat berupa gambar, benda manipulatif, permainan, teorema atau konsep, alat peraga, soal, atau selesaian dari suatu soal. Selanjutnya Suryanto (1998:3) menyatakan bahwa soal dapat dibentuk melalui soal-soal yang ada dalam buku. Stoyanova (1996) mengklasifikasikan informasi atau situasi problem posing menjadi situasi problem posing yang bebas, semiterstuktur, dan terstruktur. Pada situasi problem posing yang bebas, siswa tidak diberikan suatu informasi yang harus ia patuhi, tetapi siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk membentuk soal sesuai dengan apa yang ia kehendaki. Siswa dapat  menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan dalam pembentukan soal. Sedangkan dalam situasi problem posing yang semi terstruktur, siswa diberi situasi atau informasi yang terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mencari atau menyelidiki situasi atau informasi tersebut dengan cara menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, siswa harus mengaitkan informasi itu dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika yang diketahuinya untuk membentuk soal. Pada situasi problem posing yang terstuktur, informasi atau situasinya berupa soal atau selesaian dari suatu soal (Yuhasriati, 2002:12).
Setiawan (2004: 17) mengatakan pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua kegiatan yaitu :
1.    Pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau dari pengalaman siswa.
2.    Pembentukan soal dari soal yang sudah ada.

Dari sini kita bisa katakan bahwa problem posing merupakan suatu pembentukan soal atau pengajuan soal yang dilakukan oleh siswa dengan cara membuat soal tidak jauh beda dengan soal yang diberikan oleh guru ataupun dari situasi dan pengalaman siswa itu sendiri.
Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri.
Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut.
a. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.
b. Guru memberikan latihan soal secukupnya.
c. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok.
d. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
e. Guru memberikan tugas rumah secara individual.
Amin Suyitno dalam Sari (2007), menjelaskan bahwa problem posing diaplikasikan dalam tiga bentuk aktifitas kognitif matematika sebagai berikut.
a. Pre solution posing
Pre solution posing yaitu siswa membuat pertanyaan berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh guru. Contoh penerapan dalam soal, jika guru memberikan pernyataan sebagai berikut.
“Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit”
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
1) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat?
b. Within solution posing
Within solution posing yaitu siswa memecah pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru.
Contoh penerapan dalam soal, jika guru memberikan pernyataan sebagai berikut.
“Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit. Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat?”
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
a) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
b) Berapa banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
c. Post solution posing
Post solution posing yaitu siswa membuat soal yang sejenis, seperti yang dibuat oleh guru. Jika guru memberikan pertanyaan sebagai berikut.
“Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit
1) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat?”
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
Dari 42 siswa, 45 siswa menyukai atletik, 38 siswa menyukai senam, dan hanya 8 siswa yang tidak menyukai atletik dan senam.
1) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai atletik?
2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai senam?
3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai atletik dan senam?
Problem posing merupakan masalah pokok dalam disiplin matematika dan dalam alam berpikir matematik. Karena karakteristik berpikir matematika dapat dilaksanakan dalam pembelajaran dengan problem posing. Menurut Suryanto (1998) dalam Muhfida, sistem berpikir matematis dapat diartikan:
1. memahami,
2. keluar dari kemacetan,
3. mengidentifikasi kekeliruan,
4. meminimumkan pekerjaan berhitung,
5. meminimumkan pekerjaan menulis,
6. tekun, siap mencari jalan lain ketika diperlukan, dan
7. membentuk soal.
Secara umum seseorang yang sudah mampu berpikir matematika, berarti sudah mampu membentuk pola pikirnya pada pola berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis dapat didefinisikan sebagai kemampuan berpikir yang meliputi: memahami, mengamati, membandingkan, mengelompokkan, mengimajinasi, menghipotesis, mengasumsi, mengumpulkan, dan mengorganisasikan data, meringkas, menafsirkan, menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan (Ashari, 1998; Hudojo, 1998; Sutawidjaja, 1998; Suryanto, 1998, dalam Muhfida). Atas dasar ini maka problem posing dapat diartikan sebagai suatu kegiatan matematika yang dapat membentuk pola berpikir siswa kearah pola berpikir kritis.
Dalam model pembelajaran pengajuan soal (problem posing) siswa dilatih untuk memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar matematika.Dengan demikian, kekuatan-kekuatan model pembelajaran problem posing sebagai berikut.
a. Memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya konsep-konsep dasar.
b. Diharapkan mampu melatih siswa meningkatkan kemampuan dalam belajar.
c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Bagi siswa, pembelajaran problem posing merupakan keterampilan mental, siswa menghadapi suatu kondisi dimana diberikan suatu permasalahan dan siswa memecahkan masalah tersebut.
2.    Problem Posing dan Relevansinya dengan Matematika
Problem posing atau pembentukan soal adalah salah satu cara yang efektif untuk mengembangkan keterampilan siswa guna meningkatkan kemampuan siswa dalam menerapkan konsep matematika. Tim Penelitian Tindakan Matematika (PTM) (2002 : 2) mengatakan bahwa :
1.    Adanya korelasi positif antara kemampuan membentuk soal dan kemampuan membentuk masalah.
2.    Latihan membentuk soal merupakan cara efektif untuk meningkatkan kreatifitas siswa dalam memecahkan suatu masalah.

Menurut Brown dan Walter (1990 : 11), “…problem posing can give one a chance to develop independent thinking processes”. Yang artinya problem posing memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat berpikir secara bebas dan mandiri dalam menyelesaikan masalah. Masalah disini tentunya masalah dalam matematika.
Adapun masalah dalam matematika diklasifikasikan dalam dua jenis antara lain:
1.    Soal mencari (problem to find) yaitu mencari, menentukan, atau mendapatkan nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal. Objek yang ditanyakan atau dicari (unknown), syarat-syarat yang memenuhi soal (condition) dan data atau informasi yang diberikan merupakan bagian penting atau pokok dari sebuah soal mencari dan harus dipenuhi serta dikenali dengan baik pada saat memecahkan masalah.
2.    Soal membuktikan (problem to prove), yaitu prosedur untuk menentukan apakah suatu pernyataan benar atau tidak benar. Soal membuktikan terdiri atas bagian hipotesis dan kesimpulan. Pembuktian dilakukan dengan membuat atau memproses pernyataan yang logis dari hipotesis menuju kesimpulan (Depdiknas, 2005: 219).


Silver dkk dalam Surtini (2004: 48) mengemukakan bahwa sebenarnya sudah sejak lama para tokoh pendidikan matematika menunjukkan pembentukan soal merupakan bagian penting dalam pengalaman matematis siswa dan menyarankan agar dalam pembelajaran matematika ditekankan kegiatan pembentukan soal. Begitupun yang ditekankan English bahwa pembentukan soal merupakan inti kegiatan matematis dan merupakan komponen penting dalam kurikulum matematika.
Hasil penelitian Silver dan Cai dalam Surtini (2004: 49) menunjukkan bahwa kemampuan pembentukan soal berkorelasi positif dengan kemampuan memecahkan masalah. Dengan demikian kemampuan pembentukan soal sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika di sekolah sebagai usaha meningkatkan hasil pembelajaran matematika dan dapat meningkatkan kemampuan siswa. Dari sini kita peroleh bahwa pembentukan soal penting dalam pelajaran matematika guna meningkatkan prestasi belajar matematika siswa dengan membuat siswa  aktif dan kreatif.
3.    Pendekatan Problem Posing Dalam Pembelajaran Matematika
Sesuai dengan kedudukan problem posing merupakan langkah awal dari problem solving, maka pembelajaran problem posing juga merupakan pengembangan dari pembelajaran problem solving. Silver dkk (Sutiarso: 2000) menyatakan bahwa dalam problem posing diperlukan kemampuan siswa dalam memahami soal, merencanakan langkah-langkah penyelesaian soal, dan menyelesaikan soal tersebut. Ketiga kemampuan tersebut merupakan juga merupakan sebagian dari langkah-langkah pembelajaran problem solving.
Mengenai keterkaitan antara problem solving dengan problem posing, Brown & Walter (1993: 21) mengemukakn bahwa posing dan solving berhubungan antara satu dengan yang lainnya seperti orang tua terhadap anak, anak terhadap orang tua dan sebaik saudara kandung. Penelitian Silver dan Cai (1996: 521) menemukan hubungan positif yang kuat antara problem solving dan ketrampilan problem posing anak sekolah menengah. Sedangkan penelitian Hashimoto dalam Muhfida, menunjukkan bahwa pembelajaran problem solving menimbulkan dampak positif terhadap kemampuan siswa dalam problem solving.
Dalam pembelajaran matematika, pengajuan soal menempati posisi yang strategis. Pengajuan soal dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika dan dalam sifat pemikiran penalaran matematika. (Silver, et.al, 1996:293)
Dalam kurikulum pendidikan matematika di Amerika (NCTM Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics, 1989:70) menganjurkan agar siswa-siswa diberi kesempatan yang banyak untuk investigasi dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan soal-soal dari situasi masalah. (Silver, et.al, 1996:293).
Disamping itu makin bertambah pendidik matematika yang menganjurkan agar siswa diberi kesempatan secara teratur untuk menulis soal (masalah) matematikanya sendiri (NCTM,1989; Kilpatrick,1987; Burns,1992; Witin, Mill dan O'Keefe,1990; Brown & Walter, 1983 dalam English, 1997:172). English (1997:172) menjelaskan pendekatan pengajuan soal dapat membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, sebab ide-ide matematika siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan performannya dalam pemecahan masalah. Pengajuan soal juga sebagai sarana komunikasi matematika siswa.
Oleh karena itu, problem posing dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengembangkan berpikir matematis atau pola pikir matematis. Menurut Suryanto (1998:3) merumuskan soal merupakan salah satu dari tujuh kriteria berpikir atau pola berpikir matematis.
Problem posing merupakan kegiatan penting dalam pembelajaran matematika. NCTM merekomendasikan agar dalam pembelajaran matematika, para siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan soal sendiri (dalam Abdussakir). Silver dan Cai (1996:293) dalam Abdussakir, juga menyarankan agar pembelajaran matematika lebih ditekankan pada kegiatan problem posing. Menurut Cars dalam Abdussakir, untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan dapat dilakukan dengan cara membiasakan siswa mengajukan soal. Sejalan dengan itu, Suparno (1997:83) menyatakan bahwa mengungkapkan pertanyaan merupakan salah satu kegiatan yang dapat menantang siswa untuk lebih berpikir dan membangun pengetahuan mereka.
Menurut Killpatrich dalam Abdussakir, salah satu dasar kognitif yang ada dalam problem posing adalah asosiasi yaitu kecendrungan siswa menggunakan respon pertama sebagai pijakan untuk mengajukan soal kedua, ketiga, dan seterusnya.. Selanjutnya, menurut As’ari (2000:9) dalam Abdussakir, dalam kegiatan problem posing, ketika terjadi proses asosiasi antara informasi baru dengan struktur kognitif yang dimiliki seseorang, maka proses selanjutnya yang terjadi adalah proses asimilasi dan akomodasi.
Di samping itu, Brown dan Walter (1990:15) yang menyatakan pembuatan soal dalam pembelajaran matematika melalui dua tahap kegiatan kognitif, yaitu accepting (menerima) dan challenging (menantang). Menerima terjadi ketika siswa membaca situasi atau informasi yang diberika guru dan menantang terjadi ketika siswa berusaha untuk mengajukan soal berdasarkan situasi atau informasi yang diberikan. Sehubungan dengan hal tersebut As’ari (2000:9) dalam Abdussakir, menegaskan bahwa proses kognitif menerima memungkinkan siswa untuk menempatkan suatu informasi pada suatu jaringan struktur kognitif sehingga struktur kognitif tersebut makin kaya, sementara proses kognitif menantang memungkinkan jaringan stuktur kognitif yang ada menjadi semakin kuat hubungannya. Dengan demikian pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing akan menambah kemampuan dan penguatan konsep dan prinsip matematika siswa.
Pendekatan probelem posing (pengajuan masalah) dapat dilakukan secara individu atau kelompok (classical), berpasangan (in pairs) atau secara berkelompok (groups). Masalah matematika yang diajukan secara individu tidak memuat intervensi atau pemikiran dari siswa yang lain. Masalah tersebut adalah murni sebagai hasil pemikiran yang dilatar belakangi oleh situasi yang diberikan.
Masalah matematika yang diajukan oleh siswa yang dibuat secara berpasangan dapat lebih berbobot, jika dilakukan dengan cara kolaborasi, utamanya yang berkaitan dengan tingkat keterselesaian masalah tersebut. Sama halnya dengan masalah matematika yang dirumuskan dalam satu kelompok kecil, akan menjadi lebih berkualitas manakala anggota kelompok dapat berpartsipasi dengan baik (Hamzah, 2003: 10 dalam Muhfida). Dalam pelaksanaannya dikenal beberapa jenis model problem posing antara lain:
1.    Situasi problem posing bebas, siswa diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengajukan soal sesuai dengan apa yang dikehendaki . Siswa dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan untuk mengajukan soal.
2.    Situasi problem posing semi terstruktur, siswa diberikan situasi/informasi terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mengajukan soal dengan mengkaitkan informasi itu dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Situasi dapat berupa gambar atau informasi yang dihubungkan dengan konsep tertentu.
3.    Situasi problem posing terstruktur, siswa diberi soal atau selesaian soal tersebut, kemudian berdasarkan hal tersebut siswa diminta untuk mengajukan soal baru.

4.    Langkah-Langkah Pembelajaran Problem Posing
Langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing menurut Budiasih dan Kartini dalam Syarifulfahmi adalah sebagai berikut:
1.      Membuka kegiatan pembelajaran.
2.      Menyampaikan tujuan pembelajaran.
3.      Menjelaskan materi pelajaran.
4.      Memberikan contoh soal.
5.      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas
6.      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk soal dan menyelesaikannya
7.      Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan
8.      Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan yang dibuat siswa.
9.      Menutup kegiatan pembelajaran.
Menurut Srini M. Iskandar dalam Syarifulfahmi, batasan mengenai pembentukan soal adalah sebagai berikut:
1.      Perumusan ulang soal yang sudah ada dengan perubahan agar menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit.
2.      Perumusan atau pembentukan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan yang lain.
3.      Perumusan atau pembentukan soal dari kondisi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau sesudah penyelesaian soal.
Adapun kondisi dalam pembentukan soal, menurut Srini M. Iskandar dalam Syarifulfahmi dibagi menjadi tiga golongan yakni:
1.    Kondisi bebas, yakni jika kondisi tersebut memberi kebebasan sepenuhnya kepada siswa untuk membentuk soal, karena siswa tidak diberi kondisi yang harus dipenuhi.
2.    Kondisi semi terstruktur, yakni jika siswa diberi suatu kondisi dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya.
3.    Kondisi terstruktur, adalah jika kondisi yang digunakan berupa soal atau penyelesaian soal.
Menurut Terry Dash dalam Syarifulfahmi, penyusunan soal-soal baru dapat digali dari soal yang sudah ada. Artinya, soal yang sudah ada dapat menjadi bibit untuik soal baru dengan mengubah, menambah, atau mengganti satu atau lebih karakteristik soal yang terdahulu. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.      Change the numbers
Salah satu cara membuat soal dari soal yang sudah ada adalah dengan mengubah bilangan.
2.      Change the operations
Cara lain membuat soal dari soal yang sudah tersedia adalah dengan mengubah operasi hitungnya.
Kemampuan siswa dalam membentuk soal dapat dikembangkan dengan cara guru memberikan beberapa contoh seperti berikut:
1.      Membentuk soal dari soal yang sudah ada atau memperluas soal yang sudah ada.
2.      Menyusun soal dari suatu situasi, atau berdasarkan gambar di majalah atau surat kabar, atau membuat soal mengenai benda-benda konkret yang dapat dimanipulasi (dikutak-kutik).
3.      Memberikan soal terbuka.
4.      Menyusun sejumlah soal yang mirip tetapi dengan taraf kesilitan yang bervariasi.
Kegiatan yang berkaitan dengan pembentukan soal, secara teknis yang dapat dilakukan adalah:
1.      Siswa menyusun soal secara individu. Dalam penyusunan soal ini, hendaknya siswa tidak asal menyusun soal, akan tetapi juga mempersiapkan jawaban dari soal yang sedang disusunnya. Dengan kata lain, setelah siswa tersebut dapat membuat soal, maka dia juga dapat menyelesaikan soal tersebut.
2.      Siswa menyusun soal. Soal yang telah tersusun tersebut kemudian diberikan kepada teman sekelasnya. Distribusi soal-soal yang telah tersusun tersebut dapat menggunakan cara penggeseran atau dengan cara bertukar dengan teman semeja. Artinya, distribusi soal tersebut secara individu.
3.      Agar lebih bervariasi dan lebih menumbuhkan sikap aktif, interaktif, dan kretaif, maka dapat dibentuk kelompok-kelompok kecil untuk menyusun soal dan soal tersebut didistribusikan kepada kelompok lain untuk diselesaikan. Soal dari kelompok tersebut, diharapkan tingkat kesulitannya lebih tinggi dari soal yang disusun secara individu.
Pembelajaran dengan pendekatan problem posing tidak dapat dilepaskan dari kegiatan memecahkan masalah/soal, karena memecahkan masalah adalah salah satu unsur utama dalam pembelajaran matematika. Dalam problem posing, siswa diberi kegiatan untuk membuat/membentuk soal kemudian menyelesaikan/memecahkan soal tersebut sesuai dengan konsep atau materi yang telah dipelajari.
Persoalan yang harus dipecahkan oleh siswa datang siswa itu sendiri atau siswa yang lain dalam Pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing. Jika menggunakan variasi lain, misal dengan dibuat kelompok-kelompok, maka soal-soal dapat berasal dari kelompok yang lain. Pemecahan masalah memacu fungsi otak anak, mengembangkan daya pikir secara kreatif untuk mengenali masalah, dan mencari alternatif pemecahannya.
Proses pemecahan masalah terletak pada diri pelajar, variabel dari luar hanya merupakan intruksi verbal yang bersifat membantu atau membimbing pelajar untuk memecahkan masalah. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi-kombinasi aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu kemudian menggunakannya untuk memecahkan masalah. Namun memecahkan masalah tidak hanya menerapkan aturan-aturan yang telah diketahui tetapi juga memperoleh pengetahuan baru.
Pendekatan problem posing ternyata sesuai dengan salah satu teori tentang berpikir matematis. Berpikir matematis terdiri atas beberapa komponen, yaitu:
1.      Memahami masalah atau perkara (segala sesuatu yang dikerjakan dalam pelajaran matematika harus bermakna).
2.      Berusaha keluar dari kemacetan yang ada (bilamana mengalami kemacetan, harus dapat menggunakan apa yang telah  diketahui untuk keluar dari kemacetan).
3.      Menemukan kekeliruan yang ada (harus dapat menemukan kekeliruan yang ada dalam jawaban soal, dalam langkah yang kamu gunakan, dan dalam berpikir).
4.      Meminimumkan pembilangan (jika melakukan hitungan, harus sedikit mungkin menggunakan pembilangan).
5.      Meminimumkan tulis-menulis dalam perhitungan.
6.      Gigih dalam mencari strategi pemecahan masalah (jika  menggunakan suatu strategi pemecahan masalah tidak menghasilkan jawaban, kamu harus mencari strategi lain, jangan mudah putus asa).
7.      Membentuk soal atau masalah (harus mampu memperluas masalah dengan membentuk pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal).
Pembelajaran matematika melalui problem posing diharapkan merupakan pendekatan yang efektif, karena kegiatan tersebut sesuai dengan pola pikir matematis, dalam arti:
1.      Pengembangan matematika sering terjadi dari kegiatan membentuk soal,
2.      Membentuk soal merupakan salah satu tahap dalam berpikir matematis.
Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan problem posing jika diperhatikan maka semua potensi siswa (pendengaran, penglihatan, dan pemikiran/jalan berpikir) dilibatkan dalam pembelajaran menggunakan pendekatan ini, sehingga siswa diharapkan akan menguasai ilmu yang diserapnya.
5.    Problem Posing Secara Berkelompok
Pembelajaran dengan problem posing ini menekankan pada pembentukan atau perumusan soal oleh siswa baik secara individu, maupun secara berkelompok. Setiap selesai pemberian materi guru memberikan contoh tentang cara pembuatan soal dan memberikan informasi tentang materi pembelajaran dan bagaimana menerapkannya dalam problem posing secara berkelompok.
Keuntungan belajar kelompok dalam Roestiah (2001: 17) adalah:
1.    Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.
2.    Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi
3.    Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individu serta kebutuhan belajar
4.    Para siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka dan mereka lebih aktif berpartisipasi dalam diskusi.
5.    Dalam memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai dan menghormati pribadi temannya, menghargai pendapat orang lain, hal mana mereka telah saling membantu kelompok dalam usaha mencapai tujuan bersama.







Adapun langkah-langkah belajar kelompok adalah:
Fase
Tingkah laku guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase -2
Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Fase-3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara evisien
Fase – 4
Membimbing kelompok, belajar mengajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas

Fase -5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasikan hasil pekerjaannya
Fase-6
Memberi penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik hasil belajar individu atau kelompok.
(Ibrahim, 2000: 10 dalam Abin)
Jadi langkah-langkah pembelajaran problem posing secara berkelompok adalah :
1.    Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar.
2.    Guru menyajikan informasi baik secara ceramah atau tanya jawab selanjutnya memberi contoh cara pembuatan soal dari informasi yang diberikan.
3.    Guru membentuk kelompok belajar antara 5-6 siswa tiap kelompok yang bersifat heterogen baik kemampuan, ras dan jenis kelamin.
4.    Selama kerja kelompok berlangsung guru membimbing kelompok-kelompok yang mengalami kesulitan dalam membuat soal dan menyelesaikannya.
5.    Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dengan cara masing-masing kelompok mempersentasikan hasil pekerjaannya.
6.    Guru memberi penghargaan kepada siswa atau kelompok yang telah menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik.


6.    Kelebihan dan Kekurangan Problem Posing
Dalam setiap pembelajaran pasti ada sisi kelebihan ataupun keunggulan dan kekuruangan atau kelemahan. Begitu juga didalam pembelajaran melalui pendekatan problem posing mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan  menurut Rahayuningsih, 2002:18 dalam Sutisna, diantaranya adalah:
  1. Kelebihan Problem Posing
1)   Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan siswa.
2)   Minat siswa dalam pembelajaran matematika lebih besar dan siswa lebih mudah memahami soal karena dibuat sendiri.
3)    Semua siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal.
4)   Dengan membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.
5)   Dapat membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada dan yang baru diterima sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang mendalam dan lebih baik, merangsang siswa untuk memunculkan ide yang kreatif dari yang diperolehnya dan memperluan bahasan/ pengetahuan, siswa dapat memahami soal sebagai latihan untuk memecahkan masalah.
  1. Kekurangan Problem Posing
1)   Persiapan guru lebih karena menyiapkan informasi apa yang dapat disampaikan
2)   Waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan penyelesaiannya sehingga materi yang disampaikan lebih sedikit.

C.       Penutup

1.    Simpulan
Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu dari kata “problem” artinya masalah, soal/persoalan dan kata “pose” yang artinya mengajukan (Echols dan Shadily, 1995: 439 dan 448). Jadi problem posing bisa diartikan sebagai pengajuan soal atau pengajuan masalah. Pengertian ini sendiri seperti yang dikatakan oleh As’ari dalam Yansen (2005: 9) menggunakan istilah pembentukan soal sebagai padanan kata untuk istilah problem posing.
Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri.
Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut.
a. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.
b. Guru memberikan latihan soal secukupnya.
c. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok.
d. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
e. Guru memberikan tugas rumah secara individual.
Problem posing atau pembentukan soal adalah salah satu cara yang efektif untuk mengembangkan keterampilan siswa guna meningkatkan kemampuan siswa dalam menerapkan konsep matematika. Tim Penelitian Tindakan Matematika (PTM) (2002 : 2) mengatakan bahwa :
-          Adanya korelasi positif antara kemampuan membentuk soal dan kemampuan membentuk masalah.
-          Latihan membentuk soal merupakan cara efektif untuk meningkatkan kreatifitas siswa dalam memecahkan suatu masalah.

2.    Saran
            Problem posing suatu pendekatan dalam pembelajaran yang terbilang masih baru berada di Indonesia, yaitu sekitar tahun 2000 baru masuk ke Indonesia. Oleh karena itu diharapkan implementasi  dari model pembelajaran ini, karena dengan pendekatan problem posing siswa dilatih untuk memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar matematika. Selain itu pembelajaran problem posing merupakan keterampilan mental, siswa menghadapi suatu kondisi dimana diberikan suatu permasalahan dan siswa memecahkan masalah tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Abdussakir. ( 2009). Pembelajaran Matematika Dengan Problem Posing. [Online]. Tersedia : http://abdussakir.wordpress.com/2009/02/13/pembelajaran-matematika-dengan-problem-posing/. (21 February 2011).
Abin. (2010). Meningkatkan Prestasi Belajar matematika Siswa Melalui Problem Posing Secara Berkelompok Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) di Kelas VIII SMPN 2 Kendari. [Online]. Tersedia : http://pendidikan-matematika.blogspot.com/2009/03/proposal-problem-posing.html
Muhfida. (2010). Pendekatan Problem Posing. [Online]. Tersedia:
Sari, Virgania. (2007). KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING DIBANDING KOOPERATIF TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOTITION) PADA KEMAMPUAN SISWA KELAS VII SEMESTER 2 SMP NEGERI 16 SEMARANG DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI POKOK HIMPUNAN TAHUN PELAJARAN 2006/2007. [Online]. Tersedia: http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASHe58a.dir/doc.pdf. (11 Maret 2011).
Simanjuntak, Lisnawaty, dkk. 1993. Metode Mengajar Matematika. Rineka Cipta. Jakarta.
Stephen I. Brown, Marion I. Walter. (1990). The Art of Problem Posing. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.
Surtini, Sri. 2004. Problem Posing dan Pembelajaran Operasi Hitung Bilangan Cacah Siswa SD. Jurnal pendidikan (on line volume 5 no. 1).[Online]. Tersedia:  http://pk.ut.ac. Id/Scan Penelitian/Sri % 2004. pdf. (13 Maret 2011).

Sutisna. (2010). Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing. [Online]. Tersedia : http://sutisna.com/artikel/artikel-kependidikan/kelebihan-dan-kelemahan-pembelajaran-dengan-pendekatan-problem-posing/ (8 April 2011).
Syarifulfahmi. (2009). Pendekatan Pembelajaran Problem Posing. [Online]. Tersedia ; http://syarifulfahmi.blogspot.com/2009/09/pendekatan-pembelajaran-problem-posing.html. (21 Februari 2011).

Tim Penelitian Tindakan Matematika (PTM). 2002. Meningkatkan Kemampuan Siswa Menerapkan Konsep Matematika Melalui Pemberian Tugas Problem Posing Secara Berkelompok. Buletin Pelangi PendidikanVolume 2. Jakarta. Direktorat Pendidikan.



Leave a Reply